Rabu, 23 Februari 2011

Dormansi, Penuaan, dan Mati


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Benih adalah bahan yang dipakai untuk bahan dasar pemeliharaan tanaman atau hewan. Istilah ini biasanya dipakai bila bahan dasar ini berukuran jauh lebih kecil daripada ukuran hasil akhirnya (dewasa). Dalam budidaya tanaman, benih dapat berupa biji maupun tumbuhan kecil hasil perkecambahan, pendederan, atau perbanyakan aseksual dan disebut juga bahan tanam. Benih atau bahan tanam yang bukan berupa biji dapat disebut sebagai bibit. Benih diperdagangkan tidak untuk dikonsumsi. Bidang perikanan juga memakai istilah ini untuk menyebut hewan yang masih muda yang siap dipelihara hingga dewasa.Benih dari segi tehnologi diartikan sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang  tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.




1.2.Tujuan
·         Untuk mengetahui pengertian dormansi
·         Untuk mengetahui penyebab dan tipe-tipe dari dormansi
·         Untuk mengetahui bagaimana pemecahan dormansi
·         Untuk mengetahui pengertian penuaan dan mati

1.3.Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah pada makalah ini antara lain adalah pengertian dormansi, penyebab, tipe dormansi, bagaimana pemecahan dormansi, serta penuaan dan mati.

BAB II
ISI

2.1. Pengertian Dormansi
Dormansi dapat di fenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam , dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali banyak tumbuhan yang dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal.
Dormansi merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu yang sangat rendah (membeku) pada musim dingin, atau kekeringan di musim panas yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup tumbuhan tersebut. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi.
Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan. Perlakuan tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku dorman adalah kuncup.

2.2. Penyebab Terjadinya Dormansi
Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
·        Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
·        Proses respirasi tertekan / terhambat.
·        Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
·        Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan
Adapun yang menyebabkan benih tersebut mengalami Dormansi adalah :
1. Faktor Lingkungan
Salah satu faktor penting yang merangsang dormansi adalah fotoperioda. Hari pendek merangsang banyak tumbuhan kayu menjadi dorman. Dalam hal respon perbungaan, daun harus diinduksi untuk menghasilkan zat penghambat (inhibitor) atau hormone, yang diangkut ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan. Penghambatan ini dapat dihilangkan dengan induksi hari panjang atau dengan memberikan asam giberelat.
Pada dasarnya pendinginan secara sendiri tidak penting dalam menginduksi dormansi, dan dormansi tidak akan diinduksi dengan hari pendek apabila suhu terlalu rendah untuk melaksanakan metabolisme aktif. Tetapi pada kenyataannya terlihat bahwa pendingin merupakan prasyarat yang sangat penting untuk membuka dormansi.
Kurangnya air penting dalam memulai dormansi pada beberapa tumbuhan, terutama pada dormansi untuk mempertahankan hidup pada keadaan panas dan kering. Selanjutnya, berkurangnya nutrient terutama nitrogen, dapat merupakan penyebab terjadinya dormansi pada beberapa tumbuhan.

2. Asam Absitat (ABA)
Ahli fisilogi Inggris, P.F.Wareing dkk, menemukan bahwa ekstrak daun Betula pubscens yang dipelihara dalam kondisi hari pendek, yang mengandung zat yang sangat menghambat perpanjangan koleoptil Avena. Mereka menemukan bahwa pembentukan zat penghambat tersebut, terjadi sebelum dormansi berjalan. Pada tahun 1963, mereka berhasil mengisolasi zat penghambat tersebut dari tanaman Acer pseudoplatanus, yang mereka sebut dengan nama dormin. Sementara itu kelompok lain di Amerika di bawah pimpinan F.T.Addiccot, yang mempelajari proses pentuaan, yang mereka sebut sebagai absisin II. Secara kebetulan absisin II ini dikemukakan beberapa hari sebelum dormin, yang kemudian diketahui ternyata kedua zat tersebut sekarang dikenal dengan nama asam absisat (ABA). Asam absisat terjadi secara luas pada bagian tumbuhan dan terlibat dalam dormansi.
Berbagai gejala dormansi dan penuaan yang dapat diinduksi dengan pemberian ABA yaitu : memelihara dormansi, menghambat perkecambahan, menghambat sintesis enzim pada biji yang diinduksi giberelin, menghambat perbungaan, pengguguran tunas, pengguguran buah, penuaan daun,  dsb.


3. Interaksi ABA Dengan Zat Tumbuh Lainnya
Pemberian ABA harus terus menerus bila efek yang diinginkan tetap terpelihara, apabila pemberian ABA dihentikan, pertumbuhan dan metabolisme yang aktif akan kembali. Hal ini akan disebabkan oleh beberapa zat yang merangsang pertumbuhan akan mengantagoniskan efek ABA. Banyak percobaan menunjukkan bahwa asam giberelat (GA) memberi efek mengantagoniskan ABA. Apabila organ yang dorman, misalnya biji Lactuca yang disimpan di tempat gelap dan diberi ABA ekstra, pemberian GA dengan konsentrasi yang tinggi sekalipun, tidak akan menanggulangi penghambatan oleh ABA. Dalam keadaan seperti ini, pemberian kinetin dapat melawan efek ABA, dan GA dapat merangsang perkecambahan.
Hubungan antara GA dan ABA ini sangat menarik. GA dapat merangsang tumbuhan hari panjang (long day) berbunga, sebaliknya ABA memberikan efek kebalikannya. Meskipun ABA dapat merangsang perbungaan hari pendek, tetapi prosesnya tidak sama dengan antesin seperti dikemukakan oleh Chailakhyan. Dalam banyak hal kedua hormon ini memberikan pengaruh yang berbeda dan berlawanan, tetapi tidak selamanya selalu mengantagoniskan satu sama lain.

2.3. Tipe-tipe Dormansi (Klasifikasi Dormansi)
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
A.     Innate dormansi (dormansi primer)
B.     Induced dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat:
(1) Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan
(2) Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.
Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :
1.      Dormansi Fisik
2.      Dormansi Fisiologis

A. Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Dengan kata lain, dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri.
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
1.      Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.


2.      Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
3.      Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.

B. Dormansi Fisiologis
Dormansi Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh.
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
1.  Immaturity Embrio
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/ belum matang. Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
2.      After ripening,
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
3.       Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Tidak hanya dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.
2.4. Cara-cara Pemecahan Dormansi
Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah :
A. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
B. Dengan perlakuan kimia.
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.
ü  Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
ü  Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
C. Perlakuan perendaman dengan air.
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
D. Perlakuan dengan suhu.
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
E. Perlakuan dengan cahaya.
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.
            Di bawah ini adalah tabel tipe-tipe dari dormansi beserta metode pematahan dormansi.
Tipe dormansi
Karakteristik
Contoh spesies
Metode pematahan dormansi
Alami
Buatan
Immature embryo
Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak
Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum gnemon
Pematangan secara alami setelah biji disebarkan
Melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
Dormansi mekanis
Perkembangan embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
Pterocarpus, Terminalia spp, Melia volkensii
Dekomposisi bertahap pada struktur yang keras
Peretakan mekanis
Dormansi fisis
Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeabel
Beberapa Legum & Myrtaceae
Fluktuasi suhu
Skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
Dormansi chemis
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan
Buah fleshy (berdaging)
Pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
Menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
Foto
dormansi
Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme
biokimia fitokrom
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea
Pencahayaan
Pencahayaan
Thermo
dormansi
Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering, tumbuhan pioneer tropika humida
Penempatan pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian suhu yang berfluktuasi
Stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian suhu tinggi
Pemberian suhu berfluktuasi

2.5. Penuaan dan Mati
Tumbuhan dan bagian-bagiannya berkembang terus menerus, dari mulai perkecambahan sampai mati. Bagian akhir dari proses perkembangan, dari dewasa sampai hilangnya pengorganisasian dan fungsi, diberi istilah senesen atau penuaan.
1.      Aspek Metabolik Senesen
Pada tahap sel, penuaan berjalan dengan terjadinya penyusutan struktur dan rusaknya membran subseluler. Diduga bahwa vakuola bertindak sebagai lisosom, mengeluarkan enzim-enzim hidrolitik yang akan mencerna materi sel yang tidak diperlukan lagi. Penghancuran tonoplas telah menyebabkan enzim-enzim hidrolitik dibebaskan ke dalam sitoplasma. Sementara itu bagian dalam struktur kloroplas dan mitokondria mengalami penyusutan sebelum membran luarnya dirusak. Proses degradasi yang terjadi pada organel, dimulainya sama seperti yang terjadi pada sel.
Perubahan yang jelas telah terjadi dalam metabolisme dan kandungan dalam organ yang mengalami penuaan. Telah terjadi pengurangan DNA, RNA, Protein, ion-ion anorganik dan berbagai macam nutrien organik. Fotosintesis berkurang sebelum senesen dimulai dan ini mungkin disebabkan menurunnya permintaan akan hasil fotosintesis. Segera setelah itu klimakterik dalam respirasi terlihat dan nitrogen terlarut meningkat sebagai akibat dirombaknya protein.
2.      Pengaruh Faktor Pertumbuhan
Sitokinin dapat menghilangkan atau memperlambat proses penuaan. Mekanisme kerja sitokinin dalam proses ini masih belum jelas, tetapi ada petunjuk dari percobaan Mothes yang menunjukkan bahwa setetes sitokinin yang diberikan pada daun, telah menyebabkan terjadinya mobilisasi nutrien organik dan anorganik menuju daerah sekitar daun yang diberi sitokinin. Tapi masih belum jelas, apakah peningkatan nutrisi sebagai penyebab langsung permudaan kembali atau sitokinin penyebab terjadinya beberapa peristiwa yang menghasilkan permudaan kembali dan mobilisasi nutrisi.
Tidak semua tumbuhan memberikan respon terhadap hormon yang sama. Sitokinin lebih efektif dalam menahan penuaan pada tumbuhan basah, sedangkan giberelin lebih efektif menahan senesen pada Taraxacum officinale dan Fraxinus. Kadar giberelin endogen akan turun dengan cepat selama senesen pada daun. Auksin (IAA dan 2,4 D) dapat menghalangi senesen pada tumbuhan tertentu. Etilen adalah hormon yang secara jelas merangsang kuat senesen pada banyak jaringan.

2.6. Absisi
Absisi yang terjadi pada daun dan buah merupakan contoh senesen yang jelas. Daun tidak rontok demikian saja pada waktu mati. Suatu daerah pembelahan sel yang disebut daerah absisi, berkembang dekat pangkal tangkai daun, sehingga sejumlah dinding sel melintang tegak lurus terhadap sumbu panjang tangkai daun terbentuk.
Pektinase dan selulase dirangsang pembentukannya pada sel-sel di daerah absisi, dan akan melarutkan lamela tengah dinding yang melintang tadi, sehingga tangkai daun lepas. Hubungan ikatan pembuluh yang terputus akan tersumbat dengan dibentuknya tilosa, yaitu suatu zat sejenis ‘gum’  dan dilapisi sel-sel gabus. Dalam proses ini dua peristiwa terlibat, yaitu pembelahan sel dan induksi hidrolase. Kedua proses ini merupakan proses metabolisme yang aktif dan oleh karenanya merupakan bagian yang terprogram dalam perkembangan tumbuhan.



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.      Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam , dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri.
2.      Penyebab Dormansi
ü  Faktor Lingkungan
ü  Asam Absitat (ABA)
ü  Interaksi ABA Dengan Zat Tumbuh Lainnya
3.        Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu :
ü  Innate dormansi (dormansi primer)
ü  Induced dormansi (dormansi sekunder)
Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
ü  Dormansi Fisik, dan
ü  Dormansi Fisiologi
3.                       Cara-cara Pemecahan Dormansi
ü  Dengan perlakuan mekanis
ü  Dengan perlakuan kimia.
ü  Perlakuan perendaman dengan air.
ü  Perlakuan dengan suhu.
ü  Perlakuan dengan cahaya.
4.                  Yang  dimaksud dengan penuaan dan mati yaitu Bagian akhir dari proses perkembangan, dari dewasa sampai hilangnya pengorganisasian dan fungsi
5.                  Yang dimaksud dengan absisi adalah proses gugurnya daun pada bagian pangkalnya karena sudah dewasa

DAFTAR PUSTAKA

Bajji, Mohammed., H.M. Mamoud., G. Frederic., B.R.A. Jorge., J.du. Patrick., (2007), Catalase inhibition accelerates dormancy release and sprouting in potato (Solanum tuberosum L.) tubers, 11(2): 121-131
Chao, S.W., F.E. Michael., H.P. David., A.V. James., (2007), Signal regulating dormancy in vegetative buds, USA :49-56
Gardner, Franklin., Pearce, Brent., Mitchell, Roger., (1991), Fisiologi Tanaman Tumbuhan (terjemahan), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Sadeghi, Sedigheh., A.Y. Zoehir., T.Fakhr., and A.M. Hassan., (2009), Study method of dormancy breaking ang germination of common nadder (Rubia tinctorum L.) Seed in Laboratory Conditions, Iran 2 (1): 07-10
Sasmithahamihardja, D., (1996), Fisiologi Tumubuhan, Fakultas FMIPA ITB, Bandung
Shefferson, P.R., Kull, Thu., and Tali, Koadri, (2005), Adult whole-plant dormancy induced by stress in long-lived orchids, Amerika 3099-3104
Sutopo, Lita., (1993) Teknologi Benih, Fakultas Pertanian UNBRAW, Jakarta Utara.
Thohirah, L.A., Flora, C.L.S., and Kamalakshi, N., (2010), Breaking bud dormancy and different shade levels for production of pot ang cut curcuma alismatifolia, Malaysia 5 (3): 385-388
http://id.wikipedia.org/wiki/Benih
http://agrica.wordpress.com/2009/01/03/dormansi-biji/
http://id.wikipedia.org/wiki/Dormansi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar